Minggu, 21 Desember 2008

Projek Senjata Biologi NAMRU-2

Tiga puluh tahun lebih NAMRU-2 telah bekerja di Indonesia. Selama itu pula nggak banyak yang mempersoalkannya. Padahal sejak mulai beroperasi pada tahun 1968 banyak ‘kekayaan’ Indonesia yang ‘dicuri’ oleh lembaga penelitian militer asal Amerika Serikat itu. Melalui kajian dan penelitiannya, pastilah banyak rahasia Indonesia yang terbongkar.Sayangnya nggak banyak pula orang yang tahu bahwa NAMRU-2 sangat berbahaya bagi keamanan Indonesia. Selama ini orang-orang Amerika bersama paspor diplomatik yang disakukannya bisa dengan leluasa mengimpor-ekspor berbagai macam spesimen virus, bakteri, protozoa dan sejenisnya dari dan ke Indonesia. Sementara Indonesia, hanya jadi ajang keculasan mereka.

NAMRU-2 singkatan dari Naval Medical Research Unit Two, yaitu sebuah lembaga riset yang bernaung dibawah Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Mereka melakukan penelitian tentang penyakit-penyakit menular, seperti malaria, HIV, AIDS, dsb. Pengelolanya adalah Angkatan Laut dan militer AS yang personelnya berjumlah kurang lebih 19 orang, mereka semua memiliki paspor diplomatik. Padahal seharusnya hanya dua orang atau satu saja yang boleh memiliki paspor diplomatik, direktur beserta wakilnya. Entah kenapa bisa begitu, Amerika memang jago berdiplomasi.
Kru Angkatan Laut yang bekerja di NAMRU-2

Inilah yang agak aneh dan bikin curiga. Masa bidang keahliannya di Angkatan Laut, militer, tapi malah concern terhadap penyakit-penyakit menular. Hal ini seharusnya ditangani oleh orang-orang yang relevan di bidangnya. Tapi, kalau kita lihat sepertinya mereka membajak WHO deh. Anehnya lagi, mereka meminta paspor diplomatik. Untuk apa tok? Apa urusannya dengan peneliti? Orang yang ngambil kuliah di jurusan ilmu politik dan hubungan internasional tahu apa itu cover diplomatik. Itu berarti mereka meminta suatu fasilitas yang mereka inginkan untuk membawa masuk dan keluar segala sesuatu ke negara ini tanpa intervensi dari aparat Indonesia.

Jelaslah yang namanya koper, tas dan bagasi nggak boleh diutak-atik oleh sembarang orang, tapi kalau aparat berwenang yang berhak memeriksa demi alasan keamanan nggak boleh ngutak-atik juga, pantaslah kalau kita makin curiga bergiga-giga. Apalagi sampel yang mereka teliti selalu tentang penyakit-penyakit menular, kenapa nggak penyakit degeneratif semisal, kanker, jantung, dll. Karena untuk membuat senjata biologi, dibutuhkanlah sampel-sampel dari penyakit menular bukan penyakit degeneratif.

Mungkin itu alasan untuk meng-cover incoming dan outgoing hasil riset mereka dalam tas-tas diplomatik. Ada sesuatu yang mereka kerjakan secara sembunyi-sembunyi dan tidak boleh diketahui oleh publik - TOP SECRET.

Lalu untuk apa mereka ada di Indonesia?

Keberadaan mereka pada awalnya memang memberi manfaat, tapi itu dulu waktu wabah pes atau dikenal dengan bubonic plague yang melanda wilayah Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 1968. Karena dinilai sukses, bantuan itu lalu diangkat menjadi sebuah kerjasama permanen yang dituangkan dalam sebuah MoU dan diteken bersama oleh Dubes AS dengan Menkes RI pada 16 Januari 1970.

Mereka berdalih terus meneliti tentang penyakit malaria, DBD, hepatitis, diare, PMS, AIDS dan berbagai penyakit tropis yang khas di Indonesia. Karena menurut mereka Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat menarik untuk diteliti. Katanya memang banyak membantu program pemberantasan penyakit malaria dan TBC. Mereka bekerja di Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Depkes. P2M ini fokusnya adalah TBC. Jadi memang ada manfaatnya. Tapi yang jadi persoalan adalah kuman-kuman (bakteri, virus dan protozoa) itu diteliti oleh mereka kemudian dibawa keluar-masuk dari Indonesia. Entah untuk apa? Kita tidak tahu. Karena nggak semua orang punya akses, inilah persoalan yang paling urgen.

Sedangkan kerugiannya jelas, Indonesia dikadalin. Ini ilmu kadal namanya. Kita diberi sedikit bantuan yang sifatnya nggak terlalu esensial. Lipstick Aid, sifatnya kosmetik, temporer nggak permanen. Tapi mereka dapat untung luar biasa dari belajar mengenai penyakit menular ini. Dan yang menjadi pertanyaan adalah buat apa dipelajari kalau penyakit menular ini tidak ada di negara mereka? Padahal mereka juga tidak kena. Kalau kita pikir gampang-gampang dari segi ekonomi, tampaknya mereka bikin vaksin dari hasil penelitian itu kemudian dijual sama orang lain. Jelas tidak etis, bahkan tidak manusiawi, jual vaksin dari penderitaan orang banyak.

Hal ini pernah terbukti di negara Taiwan, Mesir, Filipina dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Tapi eksistensi NAMRU-2 di negara tetangga tersebut sudah ditutup. Sementara di Indonesia saja yang sudah kelamaan 30 tahun. Eh malah mau diperpanjang lagi.

Senjata Perang Paling Dahsyat

NAMRU-2 memiliki kepentingan untuk mempelajari penyakit-penyakit menular yang ganas di Indonesia. Mereka mengambil spesimen, kemudian diproses, dibiakkan, dibenihkan (seed), diperbanyak (multiply) dan seterusnya untuk dibuat vaksin-vaksin. Di Indonesia tentu nggak ada laboratorium secanggih itu, mungkin hanya teknologi penyimpanan saja. Sementara itu pembuatan senjata biologi pasti dilakukan di suatu tempat di luar Indonesia. Sedangkan di sini mereka mungkin memanfaatkannya untuk pengiriman bahan atau spesimen. Nggak heran kalau mereka meminta kekebalan diplomatik.

Disamping melakukan penelitian tersebut mereka juga mengamati letak geografis, angin, cuaca, alur laut, dls yang alasannya karena bersangkut-paut dengan penyebaran dan cara menghentikan penyebaran. Padahal bisa jadi mereka melakukan tindakan tersebut untuk memetakan daerah-daerah yang cocok untuk perang kuman. Kalau militer yang melakukan ini pasti itu untuk kepentingan militer jua.

Yang paling penting adalah keluar-masuknya spesimen. Karena bagi mereka penting sekali untuk mengambil spesimen, memeliharanya sebentar, kemudian mendepositkannya ke laboratorium intensif mereka.

Dari segi militer, contohnya malaria. Kalau mereka bisa merekayasa, penyakit tersebut makin lama makin ganas. Tentu ini tidak bisa dikendalikan dengan obat biasa. Sedang mereka bisa bikin vaksin anti-malaria. Nah, kalau seandainya mereka menghadapi perang gerilya dengan negara yang tidak suka dengan dominasinya, mereka nggak perlu turun ke hutan. Cukup sebarkan saja nyamuk modifikasi yang lebih ganas. Niscaya gerilyawan mati karena kena malaria tropicana.

Senjata biologi atau laboratorium biologi lebih berbahaya dari nuklir. Kalau mereka bisa membuat senjata biologi yang negara lain nggak bisa menandingi, maka tentaranya dapat diberi kekebalan dengan vaksin yang telah mereka miliki. Dan mereka bisa masuk dengan aman ke daerah yang sudah mereka tebarkan virus atau bakteri tersebut.

Andaikan senjata biologi ini dibuat seperti bom atom yang meluluh-lantakkan Hiroshima kemudian diluncurkan ke tanah, niscaya semua makhluk hidup yang berada dalam radius 500 KM lebih dari titik peledakan akan tewas seketika. Belum lagi dampak dari bom tersebut. Bener-bener senjata perang paling dahsyat, mengerikan.

Jangan lupakan juga ada senjata kimia, seperti nuklir. Selain laboratorium biologi, negara-negara besar pasti mempunyai laboratorium senjata-senjata kimia. Tujuannya jelas, karena mereka ingin mengumpulkan kekuatan sebanyak mungkin dan implikasinya adalah mereka dapat melakukan dominasi terhadap dunia baik di bidang politik, ekonomi, keamanan, kebudayaan, hukum, dsb. Intinya adalah kekuasaan. Menekan suatu negara untuk dieksplorasi, celakanya negara dunia ketiga tidak boleh melakukan penguatan (empowering). Hal itu dimaksudkan agar tetap terjajah oleh mereka, meskipun secara de jure merdeka.

Bagaimana sikap pemerintah Indonesia?

Banyak orang yang tidak menyadari, dari kalangan pemerintah sampai ilmuwan pun tidak banyak yang menyadari. Bukannya nggak tahu, mereka tahu ini ada persoalan. Tapi maklumlah orang Indonesia, mereka belum melihat ada sesuatu yang membahayakan kalau belum ada kejadian. Mereka pikir aman-aman saja tho. Kalau misalnya laboratorium itu bocor lalu virusnya bertebaran di udara dan keluarga presiden kemudian kena, baru deh mikir. Kadang-kadang diantara mereka merasa hepi dimasukkan ke dalam derajat sosial sebagai peneliti tingkat internasional. Inilah repotnya bangsa kita.

Orang-orang yang punya otoritas untuk menghentikan ini tengok-tengok dulu lihat-lihat kiri-kanan, kalau ada orang lain semangat, baru mereka ikutan semangat. Mereka tahu bahayanya, tapi untuk maju ke depan sebagai pelopor mereka nggak punya keberanian.

Sikap pemerintah saat ini tampaknya lemah. Mereka nggak punya nyali jika berhadapan dengan kekuatan besar. Para elite ini eksis secara sosial, kekuasaan maupun kekayaan. Untuk bisa eksis dalam tiga hal ini mereka butuh jaringan. Mereka tidak percaya dengan bangsa sendiri maupun dengan negara-negara yang nggak Super Power. Mereka hanya mau membangun jaringan dengan negara digdaya sehingga mau menjadi goyim-nya.

Nah, disinilah pentingnya kemauan. Kemauan politik dari seorang leader. Sebenernya, ahli-ahli Indonesia itu cakap-cakap kok. Kita butuh seorang pemimpin yang mempunyai visi jelas dalam me-manage negara ini. Kalau leadernya hanya sekadar mengejar 5 tahun berikutnya, 5 tahun berikutnya lagi, jelas ya pabaliut lah.

Setiap Tindakan Pasti Ada Tujuan

Ketertutupan NAMRU-2, permintaan kekebalan diplomatik yang berlebihan serta sikap pemerintah Amerika yang ngotot mempertahankan laboratorium itu sangatlah mencurigakan. Apalagi, mereka dalam status membantu. Selain dugaan kegiatan intelijen, mereka pun disinyalir telah mencuri kekayaan alam, sumber daya hayati serta spesimen biologis yang menyangkut bibit penyakit, hama, bakteri, dan virus. Bukan tak mungkin mereka mengembangkan semua spesimen biologis tersebut menjadi senjata biologi.

Sebagai langkah preventif, sebaiknya operasi NAMRU-2 di Indonesia harus ditutup. Sebab manfaatnya kini sangat meragukan. Bahkan madorotnya yang lebih banyak. Kerja sama Indonesia dengan Amerika dalam persoalan ini harus dihentikan. Bangsa kita harus melakukan sendiri penelitian-penelitian tersebut agar aman dan terbebas dari jeratan kaum kapitalis.

Kita curiga sekarang ini banyak virus berkembang-biak karena ulah mereka. Virus AIDS, HIV, flu burung, antrax, chikungunya, dsb. Dulu virus-virus ini nggak pernah ada. Tiba-tiba sekarang ini menjadi banyak. Jelas aneh. Jangan-jangan ini memang sengaja untuk menghancurkan bangsa kita yang mayoritas penduduknya Muslim. Tahu kan Amerika itu selalu alergi terhadap Islam.

Kenapa? Karena Amerika tahu bahwa Islam itu suatu ajaran yang komprehensif. Kalau dipraktekkan secara komprehensif, mereka tak berdaya melawan. Kalau ada yang bilang, nggak ada tuh Islam mengatur soal politik dan hukum. Wah itu sudah kacau-balau namanya. Cara berpikir seperti itu merupakan hasil dari penjajahan negara barat.

Oleh karena itu, ke depannya kalau tatanan dunia nggak bisa berubah ke arah yang lebih baik, kita sebagai umat Muslim sebaiknya belajar atau minimal mengetahui tentang bahaya senjata biologi. Ini sebagai bentuk persiapan. Dalam Islam ada yang namanya i’da’. Kalau tidak bisa dikendalikan, negara besar culas, Indonesia harus bersiap-siap karena ini menyangkut dominasi suatu negara terhadap negara lain.

Wallahu’alam

Tidak ada komentar: